Priyanto: Kita Harus Selamatkan Industri Sawit Indonesia
Harian Press. Pemerintah, DPR, dan seluruh elemen masyarakat yang peduli pada industri sawit harus menunjukan nasionalisme dan patriotismenya menghadapi berbagai tekanan para LSM asing anti sawit Indonesia. Karena tindakan mereka melakukan kampanye negatif dan kampanye hitam akan menghancurkan keberlangsungan hidup puluhan juta petani, pekerja, dan pengusaha sawit di Indonesia.
Demikian dikatakan Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Alumni Instiper Yogyakarta, Priyanto PS yang bergerak di bidang kelapa sawit kepada wartawan, di Pontianak, Jumat (23/11).
Dikatakan, sebagai keluarga alumni Instiper Yogyakarta yang beranggotakan 14.000 orang di mana sebesar 60% lebih, bergerak di bidang kelapa sawit mengutuk tindakan yang dilakukan Greenpeace. Karena akan berdampak langsung pada industri kelapa sawit dan sekaligus melecehkan pemerintah Indonesia.
Disebutkan industri minyak sawit yang beroperasi selalu patuh terhadap regulasi pemerintah, dan sudah memberikan dampak positip terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Namun sayang kondisi itu tidak dapat diterima baik oleh seluruh masyarakat Internasional. Sebab “penjajahan” baru yang gencar dilakukan oleh lembaga swadaya masyaraka (LSM) asing dan NGO Greenpeace secara nyata mengancam kedaulatan Indonesia. Mereka memanfaatkan situasi ekonomi global yang sedang lesu yang berdampak langsung terhadap menurunnya permintaan pasar komoditas, termasuk minyak sawit.
Dikatakan, situasi ekonomi global yang sedang lesu ini diperparah lagi dengan munculnya kampanye LSM Greenpeace yang menyerang komoditas minyak sawit Indonesia. Hal ini sangat berpotensi menjadi “penjajah“ baru dalam bidang ekonomi di Indonesia.
Perlu diketahui sebagai produsen terbesar minyak sawit global, Indonesia memiliki peran penting dalam menyuplai kebutuhan minyak sawit di pasar internasional. Di mana suplai minyak sawit global sebanyak 60 persen berasal dari perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia.
Selain itu lebih dari 20 juta rakyat Indonesia, menggantungkan hidupnya kepada minyak sawit yang diproduksi melalui budidaya terbaik dan berkelanjutan. Minyak sawit juga sebagai satu-satunya minyak nabati dunia, yang berhasil dibudidayakan secara berkelanjutan, sehingga menjadi produk terbarukan dan ramah lingkungan.
Menurutnya, kesejahteraan masyarakat pedesaaan sangat terbantu dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dikatakan demikian karena keberadaan perkebunan sawit memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi desa melalui tumbuhnya usaha dan jasa, serta pasar di pedesaan.
“Selain masalah ekonomi, harmonisasi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya, juga terjaga dan saling melengkapi. Sebab perkebunan sawit sudah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat,” ujar Priyanto.
Di samping itu, minyak sawit juga sebagai sumber penghasil devisa terbesar bagi Indonesia. Di mana lebih dari US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun per tahun, devisa Indonesia berasal dari perdagangan produk minyak sawit dan turunannya, yang diekspor ke berbagai negara di dunia.
Sekarang ini dapat dikatakan bahwa lebih dari 100 negara di dunia bergantung kepada pasokan minyak sawit asal Indonesia. Besarnya kontribusi pasokan minyak sawit asal Indonesia, sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan perdagangan minyak sawit global.
Namun kini, berbagai aksi yang tidak mendukung kemajuan perkebunan sawit di Indonesia selalu dilakukan sepihak oleh LSM asing dan NGO Greenpeace, serta LSM anti sawit lainnya. Bahkan LSM Greenpeace melakukan aksi atau kampanye yang menolak keberadaan minyak sawit Indonesia.
Kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace ini secara nyata dapat dianggap sebagai penghinaaan dan melecehkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di mana Indonesia selalu menjunjung tinggi kedaulatan dan kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia.
“LSM Greenpeace masuk ke wilayah kedaulatan NKRI dan menghadang perdagangan minyak sawit Indonesia. Hal ini sudah jelas melecehkan kedaulatan bangsa Indonesia,” tegas Priyanto.
Dikatakan demikian karena industri minyak sawit yang beroperasi di Indonesia, selalu patuh terhadap regulasi pemerintah yang berlaku di Indonesia. Namun LSM Greenpeace, melecehkan martabat bangsa Indonesia, dengan berbagai kampanye tentang kerusakan lingkungan dan juga masalah HAM.
Menurutnya pemerintah dan masyarakat Indonesia memiliki keseriusan yang tinggi dalam menata perkebunan sawit melalui penerapan mandatori Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Namun moratorium perizinan baru serta pengengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan berbagai regulasi pemerintah lainnya yang dilaksanakan dan dikeluarkan pemerintah seolah tak berarti.
Hal ini terjadi karena LSM anti minyak sawit, Greenpeace dan kroni-kroninya tidak menyukai minyak sawit Indonesia. Mereka melakukan berbagai aksi yang cenderung mengabaikan kedaulatan bangsa Indonesia. Mereka selalu melakukan kampanye hitam isu lingkungan untuk merusak minyak sawit Indonesia, tanpa ada tindakan dan hukuman yang berarti. Kampanye hitam dan tindakan yang dilakukan LSM Greenpeace yang didukung kroni-kroninya, tentu saja akan menjadi bantalan baru bagi negara asing untuk “menjajah” kembali Indonesia.
Selain itu LSM Greenpeace secara sporadis, terus menerus melakukan kampanye negatif hingga kampanye hitam terhadap minyak sawit Indonesia. Bahkan dapat dikatakan kedaulatan NKRI, juga terancam dengan berbagai aksi yang dilakukannya,” ujarnya.
Menurut Priyanto, tindakan, yang dilakukan LSM Greenpeace, bukanlah sekadar kampanye. Akibat tindakan mereka, kehidupan puluhan juta petani, dan pekerja, serta pengusaha sawit, yang notabene kebanyakan rakyat Indonesia, terancam keberlangsungan hidupnya.
“Indonesia harus mendidik generasi mudanya untuk peduli akan hal ini. Untuk dia mengajak dan menyerukan untuk melakukan perlawanan terhadap LSM asing, Greenpace dan kroni-kroninya. Karena tindakan mereka akan menjerumuskan bangsa ini ke dalam jurang kehancuran.” tegasnya.
Demikian dikatakan Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Alumni Instiper Yogyakarta, Priyanto PS yang bergerak di bidang kelapa sawit kepada wartawan, di Pontianak, Jumat (23/11).
Dikatakan, sebagai keluarga alumni Instiper Yogyakarta yang beranggotakan 14.000 orang di mana sebesar 60% lebih, bergerak di bidang kelapa sawit mengutuk tindakan yang dilakukan Greenpeace. Karena akan berdampak langsung pada industri kelapa sawit dan sekaligus melecehkan pemerintah Indonesia.
Disebutkan industri minyak sawit yang beroperasi selalu patuh terhadap regulasi pemerintah, dan sudah memberikan dampak positip terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Namun sayang kondisi itu tidak dapat diterima baik oleh seluruh masyarakat Internasional. Sebab “penjajahan” baru yang gencar dilakukan oleh lembaga swadaya masyaraka (LSM) asing dan NGO Greenpeace secara nyata mengancam kedaulatan Indonesia. Mereka memanfaatkan situasi ekonomi global yang sedang lesu yang berdampak langsung terhadap menurunnya permintaan pasar komoditas, termasuk minyak sawit.
Dikatakan, situasi ekonomi global yang sedang lesu ini diperparah lagi dengan munculnya kampanye LSM Greenpeace yang menyerang komoditas minyak sawit Indonesia. Hal ini sangat berpotensi menjadi “penjajah“ baru dalam bidang ekonomi di Indonesia.
Perlu diketahui sebagai produsen terbesar minyak sawit global, Indonesia memiliki peran penting dalam menyuplai kebutuhan minyak sawit di pasar internasional. Di mana suplai minyak sawit global sebanyak 60 persen berasal dari perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia.
Selain itu lebih dari 20 juta rakyat Indonesia, menggantungkan hidupnya kepada minyak sawit yang diproduksi melalui budidaya terbaik dan berkelanjutan. Minyak sawit juga sebagai satu-satunya minyak nabati dunia, yang berhasil dibudidayakan secara berkelanjutan, sehingga menjadi produk terbarukan dan ramah lingkungan.
Menurutnya, kesejahteraan masyarakat pedesaaan sangat terbantu dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit. Dikatakan demikian karena keberadaan perkebunan sawit memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi desa melalui tumbuhnya usaha dan jasa, serta pasar di pedesaan.
“Selain masalah ekonomi, harmonisasi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya, juga terjaga dan saling melengkapi. Sebab perkebunan sawit sudah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat,” ujar Priyanto.
Di samping itu, minyak sawit juga sebagai sumber penghasil devisa terbesar bagi Indonesia. Di mana lebih dari US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun per tahun, devisa Indonesia berasal dari perdagangan produk minyak sawit dan turunannya, yang diekspor ke berbagai negara di dunia.
Sekarang ini dapat dikatakan bahwa lebih dari 100 negara di dunia bergantung kepada pasokan minyak sawit asal Indonesia. Besarnya kontribusi pasokan minyak sawit asal Indonesia, sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan perdagangan minyak sawit global.
Namun kini, berbagai aksi yang tidak mendukung kemajuan perkebunan sawit di Indonesia selalu dilakukan sepihak oleh LSM asing dan NGO Greenpeace, serta LSM anti sawit lainnya. Bahkan LSM Greenpeace melakukan aksi atau kampanye yang menolak keberadaan minyak sawit Indonesia.
Kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace ini secara nyata dapat dianggap sebagai penghinaaan dan melecehkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di mana Indonesia selalu menjunjung tinggi kedaulatan dan kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia.
“LSM Greenpeace masuk ke wilayah kedaulatan NKRI dan menghadang perdagangan minyak sawit Indonesia. Hal ini sudah jelas melecehkan kedaulatan bangsa Indonesia,” tegas Priyanto.
Dikatakan demikian karena industri minyak sawit yang beroperasi di Indonesia, selalu patuh terhadap regulasi pemerintah yang berlaku di Indonesia. Namun LSM Greenpeace, melecehkan martabat bangsa Indonesia, dengan berbagai kampanye tentang kerusakan lingkungan dan juga masalah HAM.
Menurutnya pemerintah dan masyarakat Indonesia memiliki keseriusan yang tinggi dalam menata perkebunan sawit melalui penerapan mandatori Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Namun moratorium perizinan baru serta pengengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan berbagai regulasi pemerintah lainnya yang dilaksanakan dan dikeluarkan pemerintah seolah tak berarti.
Hal ini terjadi karena LSM anti minyak sawit, Greenpeace dan kroni-kroninya tidak menyukai minyak sawit Indonesia. Mereka melakukan berbagai aksi yang cenderung mengabaikan kedaulatan bangsa Indonesia. Mereka selalu melakukan kampanye hitam isu lingkungan untuk merusak minyak sawit Indonesia, tanpa ada tindakan dan hukuman yang berarti. Kampanye hitam dan tindakan yang dilakukan LSM Greenpeace yang didukung kroni-kroninya, tentu saja akan menjadi bantalan baru bagi negara asing untuk “menjajah” kembali Indonesia.
Selain itu LSM Greenpeace secara sporadis, terus menerus melakukan kampanye negatif hingga kampanye hitam terhadap minyak sawit Indonesia. Bahkan dapat dikatakan kedaulatan NKRI, juga terancam dengan berbagai aksi yang dilakukannya,” ujarnya.
Menurut Priyanto, tindakan, yang dilakukan LSM Greenpeace, bukanlah sekadar kampanye. Akibat tindakan mereka, kehidupan puluhan juta petani, dan pekerja, serta pengusaha sawit, yang notabene kebanyakan rakyat Indonesia, terancam keberlangsungan hidupnya.
“Indonesia harus mendidik generasi mudanya untuk peduli akan hal ini. Untuk dia mengajak dan menyerukan untuk melakukan perlawanan terhadap LSM asing, Greenpace dan kroni-kroninya. Karena tindakan mereka akan menjerumuskan bangsa ini ke dalam jurang kehancuran.” tegasnya.
Komentar
Posting Komentar